Orang-orang yang mengenal saya pasti tahu bahwa saya ini
sangat optimis dengan masa depan Indonesia. Banyak yang menertawakan, berkata
bahwa saya harus melihat kenyataan. Terlalu banyak masalah, tidak mungkin kita
jadi negara maju. Itu hanya mimpi utopis!
Di postingan ini saya ingin berkata, saya cukup tahu bahwa
negara kita sedang berbagai masalah. Saya banyak baca, banyak dengar cerita
teman, dan pernah juga mengalami sendiri masalah-masalah itu. Tapi saya juga
tahu Indonesia punya banyak hal baik dan harapan. Saya juga tahu bahwa
negar-negara lain yang kelihatannya luar biasa juga punya banyak masalah.
Misalnya saja, dari pidato Gita Wirjawan, menteri perdagangan kita (saat itu kepala BKPM) di Seminar Futurology ini. (peringatan,
banyak angka. Tidak cocok untuk orang yang malas berpikir dan suka berkeluh kesah
saja). Memberi gambaran tentang tantangan yang harus kita hadapi. Diadaptasi bebas oleh saya.
Penduduk kawasan nusantara setiap milenium selalu
menghasilkan karya besar. Dinasti Syailendra pada milenium pertama menghasil
kuil/candi Budha terbesar di dunia. Milenium kedua, Majapahit memerintah
seluruh kawasan Asia Tenggara. Lalu, bagaimana dengan milenium ketiga?
Goldman Sachs memprediksi bahwa pada tahun 2045~2050, PDB
dunia berkembang dari USD 70T saat ini menjadi USD 420T. Dari jumlah tersebut,
50-54% dihasilkan dari Asia, dimana Cina, India, dan Indonesia membangun porsi
besar dari situ. Tahun 2000, lima negara dengan perekonomian terbesar di dunia
adalah USA, Jepang, Jerma, Prancis, dan Inggris. Tahun 2011 USA, Cina, Jepang,
Jerman, Prancis. Nah, di masa depan tak jauh dari sekarang, di dunia ini
penduduk yang berusia di atas 65 tahun akan berjumlah dua kali lipat penduduk
yang berusia kurang dari 15 tahun. Artinya, struktur demografis penduduk bakal
berubah menjadi piramida terbalik. Ini berbahaya karena jumlah penduduk yang
tak produktif kurang dari jumlah penduduk produktif.
Situasinya berbeda dengan negara kita. Dengan laju kelahiran
dan kematian kita, Indonesia bisa mempertahankan profil demografi kita yang
sekarang sampai kira-kira tahun 2025, dengan pertambahan penduduk 1-2% per
tahun. Dan bagaimana profil demografi kita saat ini? Saat ini, 60% dari
penduduk Indonesia berusia kurang dari 39 tahun. 50% dari penduduk Indonesia
berusia kurang dari 29 tahun. Ini luar biasa! Karena ada begitu banyak penduduk
usia produktif. Tentu dengan syarat, tersedia pendidikan dan lapangan yang
cukup.
Sekarang apa yang harus dilakukan bangsa kita untuk bisa berperan
besar dalam dunia baru di masa depan? Saat ini Indonesia baru punya sekitar
14.000 orang PhD. Cina dan India masing-masing punya 500.000 orang PhD. India
menambah sejuta insinyur dan sejuta dokter setiap tahun. Indonesia baru bisa
menambah jumlah PhD sebanyak 700/800 orang per tahun. Artinya dengan laju
sekarang selama 20 tahun ke depan kita baru bisa menambah sekitar 16000 PhD.
Bahkan setelah 20 tahun PhD kita masih kalah banyak! Terbayangkan sekarang,
kalau kita ingin sebuah masa depan di mana anak/cucu kita tidak harus jadi penjual
batu bara seperti sekarang, itu tidak akan mudah.
Ada tiga hal yang harus kita kejar untuk memacu pertumbuhan.
Yang pertama adalah hard
infrastructure. Target kita di tahun 2030 adalah PDB sebesar 9 T. kalau
PDBnya diakumulasikan dari tahun ini (USD720M) sampai 9 T di angkan 2030, kita
dapat angka 60 T USD. Secara teori, dari seluruh PDB, 5% itu harus jadi belanja
infrastruktur. Belanja infrastruktur kita tahun ini masih baru 3% dari PDB btw.
5% dari 60 T itu ada 3T. Garis bawahnya, untuk mencapai PDB / tahun sebesar 9 T
di tahun 2030, mulai sekarang sampai 20 tahun ke depan kita harus membangun
infrastruktur senilai USD 3T !
Dibelanjakan apa saja uang sebanyak itu? Wah, banyak sekali.
Saat ini infrastruktur kita benar-benar tercekik, salah satunya karena
pertumbuhan ekonomi kita yang pesat. Masuk ke jalan tol selalu antri. Saat ini
di seluruh Indonesia terdapat jalan sepanjang 350.000 km. Boleh dibandingkan
dengan panjang jalan Cina yang mencapai 4.5 juta km. Kita harus menambah
150.000km jalan raya, 150.000km rel kereta api, dan pembangkit listrik sebesar
10.500GW. Saat ini konsumsi besi kita baru 20kg/kapita/tahun, sementara untuk
menjadi negara maju kita harus mengkonsumsi besi sebesar 500kg/kapita/tahun.
Korea selatan, konsumsinya sudah 1200kg/kapita/tahun. Untuk mencapai konsumsi
sebesar itu, kita perlu kapasitas produksi besi nasional sebesar 120 juta ton.
Kita perlu konsumsi 400kg/kapita/tahun. Kita perlu energy 565 kWh/kapita/tahun.
Mimpi yang kedua, adalah soft
infrastructure, yaitu pendidikan dan kesehatan. Ini jelas, berkaitan dengan
angkatan muda kita yang besar.
Mimpi yang ketiga adalah mimpi infrastruktur digital.
Penetrasi broadband kita, hanya 18%,
masih jauh tertinggal bahkan dari sesama negara-negara Asia Tenggara. Tapi 50%
dari trafik internet di Indonesia sudah dilakukan melalui handphone. Bayangkan
seseorang di Manokwari, Papua, bisa mengakses kurikulum MIT melalui
handphonenya. Bayangkan perubahan yang bisa terjadi!
Bukan tidak mungkin, Steve Jobs berikutnya berasal dari Papua. Kenapa? Karena saat ini pun sudah mulai banyak orang-orang hebat dari Indonesia. Anton Soeharyo, yang belajar di Indonesia dan kemudian pergi
ke Jepang. Bersama rekan-rekannya, ia membuat sebuah aplikasi game yang masuk
10 besar plikasi yang paling banyak diunduh di Amerika. Sehat Sutarja, yang 30 tahun lalu berangkat ke Amerika, telah membuat Marvel Technology, perusahaan dengan pemasukan USD 4M per tahun.
Orang berkata, jenius adalah kapasitas untuk menerima rasa
sakit yang tak terbatas. Kita sudah menerima berbagai macam rasa sakit cobaan. Pada
tahun 1998 kita benar-benar terpuruk. Semua orang berkata, menulis, berpikir,
bahwa Indonesia akan mengalami balkanisasi. Tapi lihatlah sekarang. Kondisi fiskal
kita sangat baik. Rasio hutang terhadap
PDB < 26% dan terus menurun, ditargetkan dalam tiga tahun akan menjadi
<20%. Kondisi moneter kita punya kemampuan yang fantastis untuk mengendalikan
inflasi, terbaik di Asia. Dan kita juga punya bonus demografi yang luar biasa.
Tapi kita tidak boleh menyianyiakannya!
Jadi apakah Indonesia akan maju? Tentu tidak bisa dalam
waktu enam bulan ke depan. Tapi ingatlah
perjalanan sejauh seribu mil, dimulai dengan satu langkah. Jadi perlu kerja
keras dari kita semua. Di sinilah optimisme diperlukan, karena perjalanan bakal
panjang dan melelahkan. Jadi silahkan sebut saya pemimpi, tapi jangan suruh
saya berhenti optimis. Saya perlu itu untuk bekerja.