Wednesday, September 23, 2009

Prisoner's Dilemma

Halo pembaca sekalian! hehe, sudah lama saya tidak bikin post. Sebenernya sudah ada beberapa draft setengah jadi di dashboard blogger saya, tapi entah kenapa saya sudah kehilangan minat untuk menulis saat mau melanjutkan, jadi untuk sekarang saya akan menulis post kali ini sekaligus! Eh lebaran dulu ya, maafin saya kalau ada kesalahan :D

Di libur lebaran kemarin saya sempat membaca beberapa buku. Salah satu di antaranya adalah "Radikal itu Menjual" . Buku ini mencoba menjelaskan kenapa budaya tanding (counter culture, budaya anti mainstream) gagal membawa perubahan signifikan di dunia ini. Di buku itu disebutkan teori Prisoner's Dillema, isinya tentang kenapa kita perlu aturan di dunia ini. Teori itu kira2 seperti ini:

Ada 2 orang merampok bank, sebut saja Mawar dan Sahabat A (:P). Mereka berhasil melarikan diri, tapi polisi tahu identitas mereka. Mereka dikenal sebagai penjual minuman keras. Jadi polisi menyerbu tempat tinggal mereka, memungut bukti minuman, dan menahan mereka sebagai penjual minuman.

Mawar dan Sahabat A dipisahkan dalam ruang terpisah, kemudian Polisi berkata begini pada Mawar:
"Mawar, kami tahu kamu dan Sahabat A adalah perampok bank, tapi kami tidak punya bukti. Kamu akan ditahan setahun untuk penjualan minuman keras, tapi kalau kamu mau bersaksi bahwa Sahabat A adalah perampok bank, maka kamu akan dibebaskan" (hukuman untuk perampokan bank adalah 5 tahun, btw)

Mawar tentu saja (mendambakan) hukuman sekecil2nya, tapi dia berfikir, bahwa polisi juga memberi penawaran yang sama pada Sahabat A. Jadi kemungkinannya adalah:
1. Mawar bersaksi, Sahabat A tidak (hukuman: Mawar bebas, Sahabat A 6 tahun)
2. Mawar tidak bersaksi, Sahabat A tidak (hukuman: Mawar 1 tahun, Sahabat A 1 tahun)
3. Mawar bersaksi, Sahabat A bersaksi (hukuman: Mawar 5 tahun, Sahabat A 5 tahunn)
4. Mawar tidak bersaksi, Sahabat A bersaksi (hukuman: Mawar 6 tahun, Sahabat A bebas)

Bagi Mawar terlihat, apapun yang dipilih Sahabat A (baik bersaksi ataupun tidak) maka hukuman Mawar akan lebih ringan apabila Mawar bersaksi. Tapi pola pikir seperti inilah yang juga mendorong Sahabat A untuk bersaksi. Akibatnya, kemungkinan nomer 3 di atas tak terhindarkan.

Inilah dilemanya, pilihan untuk memperoleh hukuman seringan mungkin ternyata malah pasti memberikan hasil yang buruk. Sebenarnya ini terjadi karena Mawar tidak percaya sahabat A tidak akan berkhianat, dia tidak punya kontrol untuk itu. Hal ini bisa dihindarkan, bila misalnya Mawar dan Sahabat A tergabung dalam geng perampok yang punya aturan: siapa pun yang mengkhianati rekan satu geng, akan dipancung! Aturan ini terdengar brutal dan kejam, tapi itu demi kepentingan masing2 anggota. Dengan demikian, hasil yang lebih baik (dalam hal ini kemungkinan nomer dua, walaupun masing2 mengorbankan kebebasan selama 1 tahun) bisa didapat.

Itulah gunanya aturan! supaya kita percaya bahwa tiap orang mau sedikit berkorban demi mencapai kebaikan bersama.

Sekarang mari kita bawa ini ke kasus keseharian kita. Mengapa kita:
1. mau mengantri saat mengambil uang di atm?
2. sulit sekali mengantri saat mengendarai motor, atau,, katakanlah,, hendak naik busway?
Saya kira teori prisoner dilemma di atas bisa menjelaskan fenomena itu. Setujukah?


*disclaimer:
Penafsiran tentang teori ini adalah pemikiran saya sendiri, jadi kalau dirasa kurang cocok dengan yang dimaksud buku itu, harap dimaklumi :D


Ih, srius kali posting gw ini, hehe.. yah, sekali-kali gapapa lah :D

2 comments:

Anonymous said...

copas,bray...akhirnya dpt contoh jg.. ni msk dlm pelajaran rekayasa politik..matkul saya.

piqs said...

wah, mending jangan dicopas plek mas. Saya bukan ahlinya, jadi ngga tanggung jawab kalau ngga tepat ya. Monggo dianalisis sendiri