Hari Jumat (11 Mar) lalu, terjadi gempa dahsyat di perairan dekat pantai Sendai, Jepang. Kabar ini saya ketahui nyaris instantly saat kejadian dari status YM teman saya di Jepang. Segera saya browsing2, dan ketemu kabarnya dari social media Twitter. Ternyata pusat gempa berada di dekat Kota Sendai. Saya ingat ada satu teman dekat saya, Haris, sedang studi di sana. Segera saya tengok YM, dia offline. Saya minta teman di Osaka untuk menelpon dia, tak tersambung. OK, saya pikir, mungkin suasana masih tidak kondusif di sana.
Satu jam setelah kejadian, tersiar kabar tsunami. Lihat tayangannya via internet stream sungguh mengerikan. Mulai kepikiran soal Haris, sepanjang sore itu pekerjaan saya cuma menyimak berita dan memantau kabar dari teman2. Akhirnya dapat kabar dari Haris via fb. Dia tidak apa-apa dan sedang berada di tempat pengungsian. Saluran telpon putus tetapi mobile internet masih bisa digunakan. Hail technology!
Gempa juga terasa di Tokyo. Dari teman yang bekerja di sana, saluran telpon juga putus, tetapi tidak ada kejadian signifikan lagi. Subway diberhentikan sementara, akibatnya penumpang terlantar. Seorang teman yang lain harus berjalan belasan km karena ini. Ada video yang menampilkan gedung-gedung tinggi yang bergoyang saat gempa. Ini menunjukkan bangunan-bangunan tersebut sudah dirancang untuk menyalurkan energi saat gempa, jadi cuma goyang aja. Amazing!
Saat ini, dua hari setelah kejadian. Alhamdulillah tidak ada teman yang kenapa-kenapa. Berbagai media menayangkan akibat gempa Jepang, di antaranya di sini. Korban jiwa sampai saat ini mencapai lebih dari 200 orang, sementara ribuan orang tidak dapat dihubungi. Daerah terparah antara lain di Ikeba dan Miyagi. Reaktor nuklir Fukushima juga dikabarkan mengalami kondisi kritis, semoga dapat terkendali. Bagaimana dengan rencana pembangunan reaktor di Indonesia? Apa kita sudah siap dengan rencana saat terjadi bencana?
Mari doakan teman-teman di Jepang, semoga dapat segera melewati bencana ini. Tentu doa saja tidak cukup. Saya dengar ada teman-teman dari Indonesia Emergency Responder yang akan berangkat ke Jepang Senin nanti, Salut!
Sunday, March 13, 2011
Sunday, March 06, 2011
Soal Keresek
Salah satu hal unik yang saya dapatkan di Korea adalah, bahwa ternyata supermarket di sini tidak menyediakan kantong plastik untuk para pengunjungnya. Lalu bagaimana dong cara membawa belanjaannya? Yaa, umumnya pengunjung membawa sendiri tas dari rumah. Kalau terlanjur tidak membawa, supermarket menyediakan tas kertas yang bisa dibeli dengan harga 400 won (sekitar Rp. 4.000,00), lumayan juga. Bila membeli dalam jumlah banyak, disediakan kardus2 gratis kumplit dengan lakbannya yang bisa digunakan untuk membawa barang. Rupanya inilah kebijakan untuk menekan jumlah penggunaan kantung plastik.
Memang berapa sih jumlah keresek yang bisa dihemat? Woh, sangat banyak pemirsa. Ini pertama kali saya sadari saat ngekos di Jakarta. Di kos2an saya minimal pergi ke betamart (bukan nama sebenarnya) satu kali dalam sehari, untuk membeli air minum. Setiap pergi ke sana, selalu pulang dengan satu kantung plastik (alias keresek). Karena kebiasaan di rumah, saya selalu menyimpan keresek yang tidak dipakai, tidak langsung dibuang. Tak ayal *cailah* dalam waktu sebulan saja keresek sudah menggunung di pojok2 ruangan kamar saya yang mungil namun asri itu.
Kenapa penggunaan keresek harus dikurangi? Wah ini sih bukan rahasia umum: plastik itu susah terurai. Jadi sampah plastik bakal numpuk di mana-mana. Daripada pusing-pusing memikirkan bagaimana pembuangannya, lebih baik dikurangi sejak awal pemakaiannya toh? Selain itu, tahukah anda, darimana keresek dibuat? Dari minyak pemirsa! yoi, jangan salah, yang anda tenteng2 tiap hari itu dibuat dari fosil berusia jutaan tahun yang lalu. *semoga bikin tambah merasa bersalah*
Kira2 kalau kebijakan ini diterapkan di Indonesia bisa ngga ya? Saya bilang sih kenapa engga? Negara-negara lain sudah banyak yang menerapkan, mulai dari Cina sampai UAE. Saya sendiri, sejak menggunungnya kantong keresek di kos2an, selalu membawa kantong sendiri kalau belanja ke betamart. So it's possible!
Memang berapa sih jumlah keresek yang bisa dihemat? Woh, sangat banyak pemirsa. Ini pertama kali saya sadari saat ngekos di Jakarta. Di kos2an saya minimal pergi ke betamart (bukan nama sebenarnya) satu kali dalam sehari, untuk membeli air minum. Setiap pergi ke sana, selalu pulang dengan satu kantung plastik (alias keresek). Karena kebiasaan di rumah, saya selalu menyimpan keresek yang tidak dipakai, tidak langsung dibuang. Tak ayal *cailah* dalam waktu sebulan saja keresek sudah menggunung di pojok2 ruangan kamar saya yang mungil namun asri itu.
Kenapa penggunaan keresek harus dikurangi? Wah ini sih bukan rahasia umum: plastik itu susah terurai. Jadi sampah plastik bakal numpuk di mana-mana. Daripada pusing-pusing memikirkan bagaimana pembuangannya, lebih baik dikurangi sejak awal pemakaiannya toh? Selain itu, tahukah anda, darimana keresek dibuat? Dari minyak pemirsa! yoi, jangan salah, yang anda tenteng2 tiap hari itu dibuat dari fosil berusia jutaan tahun yang lalu. *semoga bikin tambah merasa bersalah*
Kira2 kalau kebijakan ini diterapkan di Indonesia bisa ngga ya? Saya bilang sih kenapa engga? Negara-negara lain sudah banyak yang menerapkan, mulai dari Cina sampai UAE. Saya sendiri, sejak menggunungnya kantong keresek di kos2an, selalu membawa kantong sendiri kalau belanja ke betamart. So it's possible!
Label:
Life in Korea,
mikir
Subscribe to:
Posts (Atom)